BANDAR LAMPUNG (Lampost): Sikap apatis dan putus asa terhadap politik merupakan ancaman yang akan menggerogoti integritas umat Katolik. Sikap yang berujung pada golongan putih (golput) dalam pilihan politik itu adalah bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi.
Demikian salah satu pokok bahasan yang mengemuka dalam Diskusi Publik Refleksi Akhir tahun yang digelar Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Bandar Lampung St. Ignatius De Ioyola di Hotel Krida Wisata, Selasa (30-12). Diskusi bertema Ideologi negara dalam tantangan itu menghadirkan pembicara antara lain Prof. Franz Magnis Suseno, Dr. Robetus Robet, dan Bernardinus Realino Tri A.S.
"Golput sebagai sikap bosan, putus asa, ke luar dari politik, mencari aman dengan mementingkan karier adalah pengkhianatan terhadap demokrasi yang sebenarnya masih sangat perlu kita perjuangkan," ujar Frans Magnis.
Menurut dia, sikap apatis terhadap politik merupakan satu di antara sedikitnya tiga ancaman yang akan menggerogoti integritas umat Katolik. Dua ancaman lain, selain sikap apatis terhadap politik, yaitu kebiasaan konsumtif dan invidualistis serta kejahatan atas nama agama.
Frans Magnis mengingatkan makna demokrasi sesungguhnya bukanlah bagaimana memilih yang paling baik. Melainkan, bagaimana mencegah yang paling buruk menjadi pemegang kendali kekuasaan dan pemerintahan. "Demokrasi bukan mengenai memilih yang terbaik, melainkan mencegah yang paling buruk berkuasa."
Agar angka golput di kalangan masyarakat tidak meningkat, khususnya dalam Pemilu 2009, Frans Magnis menitikberatkan imbauannya kepada para politisi. "Politisi, khususnya Katolik, jangan sampai mengkhianati suara hatinya. Kalau ada pilihan, lebih baik memilih dibuang atau ditarik kembali, daripada melepaskan keyakinan-keyakinannya."
Dia menilai korupsi termasuk salah satu agenda paling mendesak yang mesti segera dituntaskan melalui politik Indonesia. "Pemberantasan korupsi dari atas sampai bawah prioritas paling utama. Dan, tentu yang pertama harus bebas korupsi dimulai dari politisi Katolik," ujar Frans Magnis.
Sementara itu, Robetus Robet memandang kebebasan berdemokrasi akhir-akhir ini justru bertentangan jauh dengan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. "Bangsa ini telah kehilangan solidaritas, persaudaraan, dan rasa kebangsaannya. Di lain pihak, pemerintah dan lembaga-lembaga tinggi negara justru gagap dalam menyelesaikan berbagai persoalan," kata dia.
Robetus mengungkapkan kebingungan yang dihadapi pemerintah dan lembaga-lembaga tinggi negara itu disebabkan begitu kuatnya tarik-menarik berbagai kepentingan. "Sementara itu, di tengah pemerintah gagap, sebagian partai politik yang berhaluan Pancasila malah ikut terseret arus dan lebih sibuk dengan konstelasi berbagai kepentingan itu," imbuhnya.
Frans Magnis dan Robetus sepakat perjuangan para politisi, khususnya dalam Pemilu 2009, mesti merujuk kembali pada Pancasila. Pasalnya, seluruh prinsip etika politik, khususnya Katolik, telah tertuang dengan baik ke dalam butit-butir Pancasila. "Kebijakan politik dan ekonomi mana yang paling efisien untuk menyejahterakan masyarakat, jawabannya dengan kembali pada komitmen Pancasila," tutur Frans Magnis.n --sumber lampung post--
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment