BANDAR LAMPUNG (Lampost): Rekrutmen peserta pemilu masih didominasi nepotisme (kekeluargaan) dan uang. Sehingga, kualitas dan kredibilitas peserta yang terpilih pun masih bisa diperdebatkan meskipun telah ditopang dengan sistem pemilu yang baik.
Demikian salah satu pokok bahasan yang mengemuka dalam Diskusi Rutin Mingguan yang digelar Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Lampung di kantor Lampung Post, Kamis (8-1). Diskusi bertema Prospek pemilu menghasilkan wakil rakyat yang berkualitas pascaputusan MK ini menghadirkan pembicara, di antaranya dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila) Armen Yasir, pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Lampung Watoni Nurdin, serta Redaktur Umum dan Politik Umar Bhakti.
Menurut Armen, rekrutmen dengan dua pertimbangan itu bermula dari hukum oligarki yang terjadi di tubuh partai politik (parpol). "Proses rekrutmen politik bergantung pada pimpinan parpol. Hubungan kekeluargaan, faksi-faksi karena teman dekat atau orang berpengaruh di partai, serta uang jadi faktor yang menentukan nomor urut caleg (calon anggota legislatif)," ujar dia.
Berdasarkan kenyataan itu, Armen menilai moral merupakan kunci yang paling ditinggalkan oleh parpol dalam proses rekrutmen calon wakil rakyat. "Padahal, solusi yang bisa membuat rekrutmen politik menjadi baik adalah moral," kata dia.
Meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan suara terbanyak adalah sistem yang akan dipakai dalam menentukan pemenang pemilu, Armen menganggap percuma karena daftar calon tetap (DCT) sudah ditetapkan. Dalam DCT, kata dia, besar kemungkinan telah terjadi praktek nepotisme dan politik uang untuk menempatkan caleg di nomor urut jadi.
"Suara terbanyak adalah perkembangan yang baik dalam sistem pemilu. Suara yang banyak tidak lagi dikalahkan oleh suara yang lebih sedikit. Tapi percuma, DCT sudah ditetapkan," imbuh Armen.
Di sisi lain, Umar menilai sistem suara terbanyak juga dapat menimbulkan dampak negatif. Para caleg yang berkompetisi ketat disinyalir bakal mengesampingkan etika dalam kampanye dan sosialisasinya.
Umar juga mengingatkan netralitas dalam rekrutmen penyelenggara pemilu menjadi awal dari hasil pemilu yang berkualitas. "Netralitas penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Panwaslu, harus benar-benar ditegakkan," ujarnya.
Sementara itu, Watoni memandang penting bagi parpol memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. "Parpol itu adalah sarana pendidikan politik supaya masyarakat sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara," kata dia.
Watoni menambahkan parpol mesti melaksanakan pengaderan dengan sistematis dan terencana agar produk kader yang dihasilkan pun menjadi baik. "Kalau organisasi dan pengaderannya baik, kader-kader yang dihasilkan untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat pun jadi baik pula," jelasnya.--sumber lampung post--
No comments:
Post a Comment