BANDAR LAMPUNG (Lampost): Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung belum menerima arahan KPU Pusat terkait perubahan daftar pemilih tetap (DPT). Apalagi DPT tidak dapat diubah berdasarkan aturan.
Jumlah DPT Lampung sebanyak 5.448.408 orang. Jumlah tersebut sesuai dengan keputusan KPU Lampung tanggal 31 Oktober 2008 dengan jumlah PPK 209, PPS (2.383), dan TPS sebanyak 15.020.
Ketua KPU Lampung Edwin Hanibal mengatakan pihaknya belum menerima arahan apa pun terkait perubahan DPT. "Memang DPT tidak bisa lagi diubah," kata Edwin dihubungi melalui telepon selulernya, Selasa (25-11).
Edwin mengutarakan kesulitan yang dihadapi KPU Pusat sekarang adalah memilah-milah DPT per TPS. Sebab, yang disampaikan KPU daerah adalah rekapitulasi DPT per PPS. Sehingga pihaknya, kata Edwin, harus memilah ulang. "Penyelesaian pemilahan ulang ini yang menjadi kendala kami," ujar Edwin.
Pada pertemuan dengan KPU Pusat, Rabu (19-11), kata Edwin, pihaknya pun diminta untuk mengumpulkan kembali DPT per TPS. Namun, dia belum bisa memastikan waktu pengumpulan tersebut karena hingga kemarin pemeriksaan akhir DCT belum rampung. "Kami diminta mengumpulkan DPT per TPS bersamaan dengan DCT (daftar calon tetap)," kata Edwin.
Sementara Ketua Komisi Pemilihan Umum, Abdul Hafiz Anshary, di Jakarta, Senin (24-11) malam, mengumumkan jumlah pemilih tetap untuk pemilu legislatif 2009 mencapai 171.068.667 orang. Dari angka DPT sebesar itu, jumlah pemilih dalam negeri 169.558.775 orang dan pemilih luar negeri 1.509.892 orang.
Namun, kata Hafiz, jumlah DPT dalam negeri yang diumumkan Senin malam berbeda dari DPT yang diumumkan 24 Oktober 2008. Terdapat penurunan maupun peningkatan DPT di daerah-daerah. "Kalau dibandingkan dengan angka yang kami dapatkan sebelumnya, ada perbedaan. Ada penurunan," ujar dia.
Dia mencontohkan penurunan tersebut terjadi di antaranya di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, yang semula jumlah pemilih tetapnya 498.663 orang, berubah menjadi 173.239 orang. Selain itu, di Buton, awalnya 220.920 orang menjadi 181.124 orang.
Hafiz menegaskan KPU menggunakan data pemilih tetap yang terakhir. Dia menjelaskan perbedaan data tersebut disebabkan di antaranya adanya kesalahan petugas dalam memasukkan data. Jika KPU berkeras mempertahankan data lama, akan ada banyak pemilih yang tidak terdaftar.
Saat ditemui sebelum rapat pleno, Ketua KPU mengatakan jika ada perubahan dalam DPT, bukan berarti kinerja KPU bermasalah. Data pemerintah, kata dia, tidak akurat. Akibatnya, petugas memutakhirkan data yang bermasalah.
Menurut dia, kenyataan di lapangan menunjukkan data yang diserahkan pemerintah tidak akurat. Masih ditemukan adanya data ganda maupun data yang berkurang. Hafiz mengakui KPU belum sempurna dalam menetapkan DPT. KPU memberikan penambahan waktu bagi petugas di luar negeri untuk menyusun DPT karena petugas mengalami kendala dalam mendata pemilih.
Langgar UU
Terkait perubahan DPT itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilu legislatif, berkaitan dengan perubahan DPT.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Jeirry Sumampow, di Jakarta, Senin (24-11) malam mengatakan pasal 47 ayat 3 UU 10/2008 menyebutkan KPU harus melakukan rekapitulasi DPT secara nasional. Pelanggaran aturan tersebut mengingat KPU telah mengumumkan DPT pada 24 Oktober 2008 namun tidak mencakup DPT Papua Barat dan luar negeri. "Perubahan DPT jelas-jelas merupakan pelanggaran terhadap UU 10/2008," kata dia.
Menurut Jeirry keputusan perubahan DPT ini menunjukkan KPU ceroboh dan tergesa-gesa dalam proses penetapannya. KPU telah menetapkan DPT pada 24 Oktober lalu, namun belum mencantumkan DPT Papua Barat dan luar negeri. "Problem DPT ini menunjukkan pemutakhiran data pemilih telah gagal. Dampaknya akan muncul ketidakpercayaan dari publik," katanya.
Perubahan DPT ini berpotensi memunculkan gugatan hukum dari partai politik yang mempersoalkan daftar pemilih dikemudian hari. "Ini membuat pemilu tidak punya kepastian hukum, kalau data terus berubah," katanya.
Bawaslu Bersikap
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berencana memanggil KPU guna dimintai penjelasan. Hal itu terkait laporan adanya pelanggaran yang dilakukan KPU terkait perubahan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Bawaslu pun
"Kita akan cari akar permasalahan yang paling dalam. Terutama untuk kabupaten dan provinsi yang bermasalah. Ini yang akan kita kaji," ujar anggota Bawaslu Bambang Eka Cahya Widodo di Kantor Bawaslu, Selasa (25-11).
Menurut Bambang, perubahan DPT menunjukkan KPU tidak profesional, tidak konsisten, dan tidak akuntabel. "Kesalahan ini harus dipertanggungjawabkan kepada publik," tegasnya.
Bambang menjelaskan, perubahan DPT itu tidak memiliki dasar hukum. Meski alasan KPU adalah untuk memastikan data itu akurat, namun proses yang dilalui KPU telah melanggar aturan karena tidak sesuai dengan jadwal tahapan. "Itu tidak ada dasar hukumnya. Tanggal 24 Oktober direvisi dengan 24 November. Lalu yang 24 Oktober itu apa? Jangan-jangan nanti 24 Desember ada lagi perbaikan," ucap Bambang.
Bambang khawatir, ketidakberesan KPU ini akan menjadi alat yang bisa dimainkan oleh para parpol untuk mendeligitimasi hasil pemilu. "Itu bisa jadi peluru oleh parpol-parpol untuk menembak, bahwa ada penggelembungan suara dalam pemilu," ungkapnya.
Sebelumnya, kata Bambang, Bawaslu telah melayangkan surat teguran kepada KPU terkait pengumuman DPT yang tidak serentak pada 24 Oktober lalu. Namun respons dari KPU sangat minim dan tidak ada tindak lanjut.
"Hanya dijawab secara lisan, ya akan kita tindak lanjuti. Tidak ada jawaban tertulis. Dan tidak ada tindak lanjut," keluhnya.
No comments:
Post a Comment